Penyelesaian Sengketa Melalui Altenative Dispute Resolution (Adr) Menurut Hukum Adat Bima
Abstract
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan banyak digunakan, karena dipandang efisien, cukup memuaskan pihak-pihak bersengketa, dan banyak memberikan kemudahan-kemudahan yang tidak diperoleh dalam pengadialn resmi. Begitupun yang dilakukan masyarakat Bima dalam menyelesaiakan perkara keperdataan masih menggunkan hukum adat yang berlaku di daerah setempat dalam hal ini aturan yang dibuat oleh kesultanan Bima yang masih dipakai menjadi pengaturan dan tata cara penyelsaiannya di luar proses pengadilan. Hukum adat tanah Bima, dalam bahasa daerah Bima disebut “Hukum Bicara” yang tertulis dalam buku catatan-catatan kerajaan Sultanan Bima merupakan salinan dari naskah Hukum Bicara yang berlaku sejak abad sebelumnya. Penyelesaian sengketa menurut hukum adat Bima yaitu dari perkara-perkara yang muncul di dalam perjanjian atau pun dalam sengketa keperdataan jarang sampai ke pengadilan melainkan hanya diselesaikan secara kekeluargaan atau dengan cara Mediasi dan cara Negosiasi, sesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat di Bima. Hal ini merupakan bukti bahwa masyarakat di Kota Bima masih menjunjung tinggi Adat Istiadat yang telah lahir, tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang sudah ada dari zaman nenek moyang terdahulu. Selain itu rasa percaya serta rasa kekeluargaan juga masih sangat melekat dalam kehidupan masyarakat di Kota Bima khususnya dikalangan masyarakat awam terutama di kalangan petani yang melakukan Sewa-menyewa tanah pertanian seperti ini. Kemudian Proses Penyelesaian melalui Nogosiasi, dan Mediasi menurut hukum adat Bima yaitu adat merupakan cerminan dari padangan hidup yang ditempatkan pada istisusi sosial warga Bima sebagai suasuatu yang sakral. Sakralisasi hukum adat ini ditandai dengan ketaatan yang meniyikat setiap jiwa anggota masyarakat. Dalam penyelesaian sengketa hukum adat mengatur penyelesaian yang berlandaskan musyawara mufakat dalam kehidupan masyarakat Bima di dalam jiwa dan proses-proses di luar Pengadilan. Proses negosisi merupakan cara paling utama yang dilakukan masyarakat hukum adat Bima dalam penyelesaian sengeketa dan jika tidak penyesaian dalam nogosiasi tidak memenuhi kata sepakat maka akan dilanjutkan ke mediasi, dimana melibatkan pihak ketiga yang berkompeten hal ini tokoh masyarakat yang ada di Bima sebagai mediator.
Full Text:
PDFReferences
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Benard L. Tanya, Hukum Dalam Ruang Sosial, cet. Ke-2 (Genta Publishing, Jogjakarta, 2011).
Dean G.Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial, cet. Ke-1 (Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2004).
Eddi junaidi, Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Medik. Cet ke-2 (PT RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2011).
Eman Suparman, Hukum Perselisihan Konflik Kompetensi dan Pluralisme Hukum Orang Pribumi, cet. Ke-2, (Rafuka Aditama, Bandung, 2009).
Hugh Miall et. All, Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan, Mencegah, Melola Dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama, dan Ras, cet. Ke-2, (PT RajaGrafindo Persada, 2002).
I Made Sukadana, Mediasi Peradilan: Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, Dan Biaya Ringan, Cet. Ke-1, (Prestasi Pustaka, Jakarta, 2012).
Keebet von Benda-Beckmann, Goyahnya Tangga Menuju Mufakat, cet. Ke- 1, (PT Grasindo, Jakarta, 2000).
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, cet. Ke-34, (PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2011).
M. Zaini Harfi, Politik Hukum Pembentukan Desa Menurut Undangundang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, (Jurnal Ius, Kajian Hukum dan Keadilan, 2016). Diakses pada tanggal 29 Desember 2017.
M.Saleh, Eksistensi Hukum Adat Dalam Polemik Hukum Positif Suatu Kajian Dalam Prespekti Tatanegara, (Jurnal Ius, Kajian Hukum dan Keadilan, 2017).
Mawardin, Implikasi Hak Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan Tanah Kawasan Hutan Di Kabupaten Lombok Utara (Studi UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutan), (Jurnal Ius, Kajian Hukum dan Keadilan, 2016).
Saebani, Beni Ahmad, Sosiologi Hukum, Cet. Ke-2 (CV Pustaka Setia, Bandung, 2013).
Sahnan, et. All, Sengketa Pemanfaatan Tanah Kawasan Hutan Antara Warga Masyarakat Dengan Dinas Kehutanan, (Studi Kasus Tanah Kawasan Hutan Pelangan, Desa Kedaro, Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat, NTB), (Jurnal Ius, Kajian Hukum dan Keadilan, 2016).
Siti Maryam R. Salahudin, Naska Hukum Adat Tanah Bima dalam Perspektif Hukum Islam, Cet. 1 (Sampararaja Bima, Bima, 2015).
Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Cet. Ke-10, (PT RajaGrafindo, Jakarta, 1942).
Soerojo Wignjodipoerno, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, cet. Ke-5 (PT Gunung Agung, Jakarta, 1967).
Sudiarto, Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengelesaian Sengketa Alternatif Di Indonesaia, cet. 1 (Pustaka Reka Cipta, Bandung, 2015).
Sumaryati, Tanda-Tanda “Mati”nya Hukum Indonesia, (Jurnal Ius, Kajian Hukum dan Keadilan, 2016).
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Cet ke-2, (PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011).
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Cet. Ke- 10 (Sinar Grafika, Jakarta, 2016).
Internet
http://fhunipassingaraja.blogspot.co.id/2010/02/pengaturanlternative-dispute_07.html, (diambil pada tanggal 02Januari 2018).
http://kilometer25.blogspot.co.id/2012/11/arbitrase-dan-alternatif-penyelesaian.html, (diakses pada tanggal 02 Januari 2018).
DOI: http://dx.doi.org/10.58258/jihad.v2i1.1110
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2020 JIHAD : Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi
View My Stats