Hukum Acara Pidana: Penerapan “Due Process Of Law”
Abstract
Sebagai negara hukum, Indonesia harus menjunjung tinggi keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM). Setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk dihormati dan dilindungi oleh hak asasi manusia, meskipun dia adalah tersangka atau terdakwa. Keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP 1981) yang menggantikan Hukuman Herzien Inlandsch (HIR) telah berhasil menempatkan tersangka dan terdakwa dengan martabat kemanusiaan yang seutuhnya melalui jaminan hak hukum untuk menghindari tindakan sewenang-wenang. Namun, pelanggaran hak tersangka dan terdakwa masih saja terjadi. Di sisi lain, guna menjawab persoalan-persoalan yang terjadi selama berlakunya KUHAP 1981, saat ini masih digodok pembaruan hukum acara pidana melalui RKUHAP. Meski demikian, sampai disahkan dan berlakunya RKUHAP, maka KUHAP 1981 masih berlaku untuk menjadi pedoman aparat penegak hukum dalam proses peradilan. Oleh sebab itu, artikel ini bermaksud membahas mengenai: Penerapan dan penafsiran Pasal-Pasal KUHAP harus berdasarkan atas perlindungan HAM; Pentingnya memperjuangkan tegaknya hak-hak tersangka dan terdakwa sebagai bagian dari HAM; dan Penerapan “Due Process of Law” dalam upaya perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan terdakwa.
Keywords
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Hak Tersangka dan Terdakwa, Hak Asasi Manusia, Due Process of Law
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.58258/jihad.v5i2.5614
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2023 Saka Murti Dwi Sutrisna
JIHAD : Ilmu Administrasi dan Hukum 2745-9489 (Print), 2746-3842 (Elektronik) is licensed under a Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala.
Alamat: Jl. Lingkar Selatan, Perum Elit kota Mataram Asri Blok O. No. 35, Jempong Baru, Sekarbela, Kota Mataram NTB. Indonesia