Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XII/2014 Terhadap Tindak Pidana Kehutanan
Abstract
Kehadiran Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Perusakan Hutan (UUPPPH) dan Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) dimaksudkan dalam rangkan menjaga kelestarian, kedayagunaa dan kemanfaatannya untuk menopang kehidupan dan menjadi sumber kemakmuran rakyat. Tindak pidana kehutanan dalam UU ini telah menimbulkan masalah multidimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari fungsi hutan yaitu: fungsi produksi (ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi) dan fungsi sosial.Persoalan klaim kawasan hutan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan menerbitkan izin-izin usaha diatas tanah yang baru ditunjuk sebagai kawasan hutan, tetapi belum dikukuhkan atau ditetapkan keberadaannya sebagai hutan tetap. Mengingat putusan MK sebelumnya No. 45/ PUUIX/2011 menafsirakan Pasal 1 angka (3) UU Kehutanan bahwa penunjukan merupakan tahapan awal dalam pengukuhan kawasan hutan. Tindak pidana kehutanan yang diperuntukan agar pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya hutan harus tetap menjaga kelestarian dan dilakukan secara arif dan bijaksana, agar tidak terjadi kerusakan.
Keywords
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.58258/jisip.v5i2.1957
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2021 Imran Siswadi
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)
p-ISSN: 2598-9944, e-ISSN: 2656-6753
Jurnal ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala.